Bahaya Ekonomi

Menegenal Dokumen “protocols of zion” Rencana Jangka Panjang Zionisme Internasional Untuk Menghancurkan Ummat Kristen dan Ummat Muslim se Dunia
Dokumen "Protocols of Zion" yang sudah lama menjadi 'kitab suci" Zionisme Internasional, selama ini dipahami sebagai sumber inspirasi kaum Yahudi untuk menata dunia sesuai dengan keinginannya, yaitu Dunia yang pada akhirnya hanya beragama satu, agama Yahudi. Inti ajaran agama Yahudi adalah pemujaan materi atau dikenal dengan istilah materialisme. Protokol itu pertama kalinya dibuat tahun 1895 di Basel-Swiss oleh pemimpin Zionis saat itu, TheodoreHertzel. Dokumen itu berisi 24 pasal (24 protocols). Tadinya sangat dirahasiakan sekali, tapi kemudian bocor dan sampai ke tangan pendeta orthodox Rusia, Sergey Nylos, yang menterjemahkan ke dalam bahasa Rusia pada tahun 1921. Seorang wartawan Inggris,Victor E Mersden, kemudian menterjemahkannya kembali kedalam bahasa Inggris dengan judul "The Protocols of The Learned Elders of Zion" pada tahun 1917.
PROTOCOL KE 6:
Kita harus mampu mengatur penimbunan kekayaan yang amat besar yang dimiliki oleh orang-orang non-yahudi. Administrasinya harus dapat mengikis habis kekayaan itu secara berangsur-angsur. Kita harus menggunakan segala cara agar Lembaga Pemerintah Internasional (semacam PBB, IMF, World Bank sekarang ini, pen) memiliki daya polularitas yang tinggi, sehingga dikenal oleh seluruh umat manusia yang hidup di dunia ini. Diusahakan agar bangsa yang patuh kepada lembaga ini merasa memperoleh perlindungan yang terjunjung tinggi harkat bangsanya.
Kini segala keningratan non-Yahudi telah punah, tinggal sektor pertanian. Walaupun begitu sektor pertanian tidak boleh diabaikan. Sebab tuan tanah sendiri bisa hidup merdeka dari genggaman kita. Oleh karena itu, kita harus berjuang untuk membebaskan tanah itu dari miliknya. Barangkali cara yang tepat adalah pajak dan biaya pengolahan tanah pertanian harus menanjak. Dengan demikian, tuan tanah akan berfikir seribu kali untuk menanam lagi. Jika situasi seperti itu berjalan terus, maka mereka akan segera menjual tanah itu. Kita harus berani memberikan semangat kepada masyarakat agar senang berfoya-foya dan malas. Tindakan ini akan mengakibatkan kebangkrutan bagi perusahaan dan pabrik non-Yahudi.
PROTOCOLS KE 20:
Kita harus berusaha agar bantuan (hutang) luar negeri seakan-akan bantuan dalam negeri. Agar kekayaan negara yang hutang akan terus mengalir ke perbendaharaan kita. Akal hewan bangsa non-yahudi tidak akan mengerti bahwa hutang kepada negara kapitalis akan menguras kekayaan negaranya sendiri. Sebab, bunga hutang itu akan diambil dari hasil bumi negaranya atau masukan keuangan lainnya. Sekarang kita telah menguasai kekayaan dunia dengan jalan memegang saham surat-surat berharga lainnya (inilah alasan pemaksaan dibukanya Pasar Modal dan Pasar Uang di negara-negara yang berhasil mereka "liberalisasikan ekonominya", pen). Kita akan membentuk pemerintah yang hutang agar terus membutuhkan bantuan dari bank kita sehingga pemerintah negaranya akan tergenggam oleh kaum kapitalis. Tirani dan penjajahan ekonomi, adalah salah satu diantara prioritas utama kaum Yahudi. Tirani ekonomi yang paling sering dikampanyekan itu adalah sistem riba yang kemudian menjadi fondasi kokoh Zionis dalam menjerat negara-negara Goyim (non Yahudi) agar tunduk dan dapat memperbudak mereka. Berbagai lembaga keuangan internasional seperti IMF.

Dalam Protokolat (XX, hal. 244), secara jujur kaum Zionis mengaku; "Apa yang benar-benar prinsipil adalah hutang, khususnya hutang luar negeri. Hutang adalah persoalan peraturan transaksi pemerintah yang memuat prosentase obligasi sesuai dengan jumlah pokok pinjaman. Bila pinjaman dikenakan 5%, jadi dalam tempo 20 tahun negara akan membayar riba (bunga) dengan jumlah yang sama dengan yang dipinjam. Dalam waktu 40 tahun akan membayar jumlah dua kali lipat. Dan 60 tahun akan tiga kali lipat, sementara hutang pokok tetap sebagai hutang yang belum dibayar". Cara-cara seperti inilah yang digunakan Zionis —terutama terhadap negara-negara miskin agar mudah bergantung dan dikendalikan. Termasuk dalam kasus Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar