Bahaya Inflasi



Bagaimana Menghadapi Inflasi?

Seperti yang sudah Anda baca, pelemahan US dolar dan efek Peak Oil adalah pemicu terbesar inflasi di tahun-tahun mendatang.

Sejak awal 2000, dan masih akan berlanjut ke beberapa tahun mendatang, fenomena inflasi tinggi yang digabungkan dengan suku bunga rendah akan menjadi bagian dari kehidupan kita.

Sebagai contoh, saya tidak tahu Anda sekarang hidup di kota mana, tetapi tabungan bank di tempat saya menabung membayar kurang dari 3% bunga sebelum pajak kepada rata- rata orang, padahal harga barang-barang naik lebih dari 10% per tahun. Banyak orang, setelah bunga tabungannya dipotong biaya admin bahkan harus tekor kalau menabungkan uangnya di bank. Tetapi karena nilai uangnya tidak terlalu besar, kebanyakan orang tidak peduli. Dan ini persis adalah alasan mengapa  menciptakan  inflasi  lebih  efektif  daripada  pajak untuk menyita uang rakyat. Kebanyakan orang memang tidak akan peduli.

Kalau  pemerintah mengatakan akan  mengenakan tambahan pajak 10% terhadap penghasilan rakyat, maka politisi yang sedang menjabat kemungkinan besar tidak akan terpilih lagi pada pemilu berikutnya. Tetapi bila mereka menciptakan setumpuk suplai uang baru untuk dibelanjakan dan kemudian mengakibatkan  inflasi   sebesar   misalnya   10%,   kebanyakan orang tidak akan protes. Itulah hebatnya inflasi. Sama halnya, ketika seorang politisi berjanji akan menaikkan gaji pegawai negeri, atau menyediakan tunjangan finansial tertentu kepada rakyatnya, seandainya di pos pemerintah sendiri tidak ada tambahan pemasukan, maka kemungkinan besar uang itu akan dibiayai lewat uang baru. Ujung-ujungnya, sebenarnya tidak ada  manfaat  yang  bisa  didapat  oleh  rakyat,  sebab  ongkos hidup setelah uang baru dicetak juga akan naik. Namun, bagi politisi, janji-janji manis ini bisa membantu mereka terpilih kembali di pemilihan berikut. Lain kali, saat Anda mendengar janji-janji manis dari politisi negara Anda, tanyakanlah satu hal ini kepadanya, “Bagaimana Anda akan membiayai janji Anda?”

Dengan perbankan yang menganut sistem fractional reserve banking, bank-bank komersial berhak menciptakan kredit kepada orang-orang yang  mengajukan pinjaman. Setiap  sen yang dipinjamkan bank adalah suplai uang baru.

Bila pada saat yang bersamaan kenaikan produksi barang ataupun  jasa  tidak  bisa  mengikuti  kecepatan  pertambahan uang   baru,   maka   akan   ada   semakin   banyak   uang   yang mengejar lebih sedikit barang / jasa, karena itu harga barang akhirnya akan naik.


Pemenang terbesar dari sistem ini adalah pemerintah, kontraktor pemerintah, dan korporasi-korporasi langganan perbankan, dan tentu saja, BANK. Semakin cepat uang baru yang dicetak sampai ke tanganmu, semakin cepat Anda bisa menggunakannya  untuk  membeli  barang-barang  yang harganya belum terlanjur naik.

Pecundang terbesar dari sistem ini adalah para pekerja yang cuma mengharapkan pendapatan tetap mereka lewat gaji. Saat suplai uang baru ini sampai ke tangan mereka, harga barang sudah terlanjur naik, sudah terlalu banyak tangan yang dilewati sebelum uang baru ini sampai ke mereka.



Jadi, cara pertama untuk menghadapi inflasi adalah:

“Anda harus berada sedekat mungkin dengan suplai uang baru”

Tentu saja, kalau Anda menyimak buku ini dari awal, suplai uang baru yang sekarang kita praktekkan: kredit, uang yang harus dibayarkan kembali beserta bunganya yang tidak pernah diciptakan  sejak  awal,  adalah  penyebab  dari  masalah  sejak awal.  Kalau  Anda  sendiri  bergabung  dengan  mereka,  Anda akan menciptakan masalah baru bagi orang lain di kemudian hari. Keuntungan yang Anda dapatkan datang dengan mengorbankan orang lain  karena Anda  cukup pandai untuk mengeksploitasi kelemahan sistem ini.

Kalau tidak mau bergabung dengan mereka, lantas bagaimana? Apa yang harus kita lakukan supaya tidak menjadi korban inflasi?


Coba kita renungkan kembali makna uang...

Di desa pada perumpamaan di atas, A menjual jagung, B
menjual gerobak, dan C menjual ikan.

Katakanlah di antara A, B, dan C terdapat kesepakatan: 10 kilo jagung = 1 gerobak = 5 kilo ikan.

Perdagangan antara A dengan C dalam jumlah berapapun tidak masalah, karena produk mereka bisa dibagi menjadi unit yang lebih kecil tanpa kehilangan fungsi barangnya, tetapi tidak demikian dengan B. Anda tidak bisa membeli ¼ gerobak, atau ½ gerobak, sebab hanya gerobak dalam bentuk 1 unit barang selesai produksi yang memiliki nilai. Jadi akan ada hambatan bagi B ketika dia mau membeli kurang  dari  10  kg  jagung  atau  kurang  dari  5  kilo  ikan kepada   A   dan   C,   B   tidak   sanggup   memecah   unit gerobaknya tanpa membuat mereka kehilangan fungsi.

Inilah sebabnya mereka memerlukan uang. Uang adalah unit   penilai   barang,   dan   medium   pertukaran   supaya barang-barang bisa diperdagangkan.

Tetapi bagaimana bentuk uang yang harus mereka pergunakan?



Cara #1 : Menerbitkan uang yang dibuat dari bahan semurah mungkin dan bisa diproduksi semudah mungkin. Misalnya begini: A, B, dan C pergi ke desa lain, mencari seorang tukang cetak bernama D untuk menerbitkan uang kertas yang disebut rupiah dan sepakat:
1 kg jagung            = Rp  10.000
1 unit gerobak      = Rp 100.000
1 kg ikan                = Rp  20.000

Mulai sekarang B bisa membeli 1 kg jagung saja, atau 1 kg ikan saja dengan memberikan uang kepada mereka, bukan gerobak.

Tapi ingat, rupiah-rupiah yang dimiliki oleh A, B, dan C ada karena produk mereka: jagung, gerobak, dan ikan. Yang benar-benar berharga adalah barang (jagung, gerobak, dan  ikan).  Uang  kertas  (rupiah)  sendiri  tidak  memiliki nilai, dia sama sekali tidak berharga (kecuali ongkos kertasnya).

Cara #2  :  Menerbitkan uang yang terbuat dari bahan yang tahan lama, dan jumlahnya terbatas.

A, B, dan C pergi ke desa lain dan mencari seorang tukang emas bernama E untuk membuatkan uang bagi mereka. Emas adalah sebuah logam yang tidak mudah rusak, tidak berkarat, dan jumlah emas yang berhasil ditambang setiap tahun terbatas, jadi tidak bisa dibuat sesuka hati  tanpa batas.

Kemudian mereka sepakat:
1 kg jagung        = 1 gr emas
1 unit gerobak  = 10 gr emas
1 kg ikan             = 2 gr emas


Dengan demikian, permasalahan perdagangan mereka juga bisa diatasi. B juga bisa membeli kurang dari 10 kg jagung dan kurang dari 5 kg ikan tanpa harus memecah gerobaknya.

Perhatikan bahwa pada cara kedua sekalipun, kekayaan yang sebenarnya masih bersumber dari barang (jagung, gerobak, dan ikan). Emas tetap hanya sebagai medium pertukaran. Tanpa barang, emas sendiri tidak berharga.



Maka cara kedua untuk menghadapi inflasi adalah:

Anda harus menjadi PRODUSEN rezeki,  baik barang (atau jasa) yang bermanfaat

Tidak peduli pemerintah atau bank menerbitkan seberapa banyak uang, tidak peduli harga barang naik setinggi apapun, tidak peduli tingkat inflasi sebesar apapun, barang yang bermanfaat yang diproduksi manusia adalah sumber dari kekayaan (rezeki). 3000 tahun lalu begitu, hari ini begitu, dan 3000 tahun lagi juga akan tetap begitu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar