Sejarah Pedagang Uang (Money Changer) (bagian 7 dari 7)




1927 : Bulan Juli, Gubernur Bank of England Montagu Norman, Benjamin   Strong   dari   Federal   Reserve,   dan   Dr.   Hjalmar Scharcht  dari  Reichsbank  (Jerman)  mengadakan pertemuan. Montagu Norman ingin agar emas Inggris yang mengalir ke Amerika selama Perang Dunia I dikembalikan ke Inggris.

1929 : Bulan April, Paul Warburg mengirimkan peringatan ke kroni-kroninya bahwa depresi sudah direncanakan pada akhir tahun ini. Para pemain raksasa Wall Street seperti John D. Rockefeller, J.P. Morgan, Joseph Kennedy, Bernard Baruch, dll keluar  sama  sekali  dari  bursa  saham  dan  menyimpan uang mereka dalam bentuk uang tunai maupun emas.

Bulan  Agustus,  Federal  Reserve  mulai  memperketat  suplai uang. Pada 24 Oktober bankir besar New York memanggil kembali piutang 24  jam  mereka. Artinya broker saham dan pelanggan mereka harus menjual saham mereka untuk menutupi hutang  mereka,  tak  peduli  berapun  harga  saham saat itu.
Bursa saham crash pada hari itu (The Black Thursday).

Federal Reserve mengklaim mereka akan melindungi negara dari  depresi  dan  inflasi,  namun  mereka  terus  mengurangi suplai uang. Antara 1929 sampai 1933, mereka mengurangi suplai uang sebesar 33%.

Dalam beberapa minggu sejak crash, 3 milyar dolar kekayaan menguap.    Dalam    waktu    satu    tahun, 40 milyar dolar menghilang. Tentu saja, uang ini tidak benar-benar hilang, dia cuma  berpindah tangan  ke  sekelompok kecil  orang,  seperti yang sudah mereka rencanakan. Sebagai contoh Joseph Kennedy (Bapak dari John F. Kennedy), pada tahun 1929 kekayaannya adalah 4 juta dolar. Pada tahun 1935, kekayaannya sudah mencapai lebih dari 100 juta dolar.

Para bankir dan kroni-kroninya yang sebelumnya sudah membeli emas sebelum crash mengirimkan emas tersebut ke London. Artinya uang kerugian dari kebanyakan rakyat Amerika tidak menghilang, uang tersebut cuma berpindah tangan.

Uang   tersebut   kemudian   digunakan   di   negara   lainnya, terutama lebih dari 30 milyar dolar untuk membangun kembali Jerman atas kehancuran yang terjadi pada masa Perang Dunia I dan untuk mempersiapkan Perang Dunia II.    Menurut Louis McFadden, Ketua dari House Banking & Currency Committee antara tahun 1920 1931,

“Pasca Perang Dunia I, Jerman jatuh ke tangan Bankir Internasional. Bankir tersebut membeli dan mengontrol industri, tanah, hasil produksi, dan fasilitas publik lainnya. Mereka juga membiayai Adolf Hitler untuk mengancam pemerintahan Bruening yang mulai membangkang.”

1930 : Charles Dawes (agen dari Rothschild dan Wakil Presiden pada masa kepresidenan Calvin Coolidge antara 1925-1929), Owen  Young  (agen  Rothschild,  pendiri  RCA  dan  Komisar General Electric antara 1922-1939), dan Hjalmar Schacht (Presiden Reichsbank) mendirikan Bank for International Settlements (BIS).


BIS adalah “bank sentralnya bank sentral.” IMF dan World Bank bertransaksi dengan pemerintah, sedangkan BIS hanya bertransaksi dengan bank sentral. Semua pertemuan dilakukan secara  tertutup  dan  melibatkan  bank  sentral  utama  dari seluruh  dunia.  Misalnya  mantan  Gubernur  Federal  Reserve, Alan Greenspan, akan pergi ke kantor pusat BIS di Basel, Swiss,
10 kali per tahun untuk menyelenggarakan pertemuan pribadi.

BIS memiliki kekuasaan besar dan kebal dari kendali pemerintah. Kekebalan mereka antara lain:
1.   Kekebalan diplomatik bagi anggota dan barang yang mereka bawa.
2.   Tidak ada pajak kepada mereka, termasuk gaji.
3.   Penjagaan selevel kedutaan bagi gedung dan kantor BIS di seluruh dunia, termasuk Cina dan Meksiko.
4.   Tidak diperkenankan untuk diselidiki oleh pemerintah.
5.   Bebas dari semua restriksi imigrasi.
6.   Bebas untuk menyimpan semua jenis komunikasi.
7.   Bebas  dari  semua  yurisdikasi  legal,  mereka  bahkan memiliki pasukan kepolisian sendiri.

Dewan Gubernur BIS, hanya lima yang dipilih, sisanya adalah anggota permanen, yaitu:
  1.   Nout H E M Wellink, Amsterdam (Chairman of the Board of Directors)
  2.   Hans Tietmeyer, Frankfurt am Main (Vice-Chairman)
  3.   Axel Weber, Frankfurt am Main
  4.   Vincenzo Desario, Rome
  5.   Antonio Fazio, Rome
  6.   David Dodge, Ottawa
  7.   Toshihiko Fukui, Tokyo
  8.  Timothy F Geithner, New York
  9.   Alan Greenspan, Washington
  10.   Lord George, London
  11.   Hervé Hannoun, Paris
  12.   Christian Noyer, Paris
  13.   Lars Heikensten, Stockholm
  14.   Mervyn King, London
  15.   Guy Quaden, Brussels
  16.   Jean-Pierre Roth, Zürich
  17.   Alfons Vicomte Verplaetse, Brussels
Profesor dari Georgetown dan sejarahwan, Carrol Quigley, dalam buku yang dia tulis pada tahun 1975, Tragedy And Hope, mengatakan,

“Kekuatan dari kapitalisme finansial memiliki sebuah rencana yang lebih jauh, yaitu menciptakan sebuah sistem finansial dunia yang dikendalikan oleh tangan swasta yang mana orang- orang ini juga dapat mendominasi sistem politik dan ekonomi dari setiap negara secara keseluruhan. Sistem ini akan dikendalikan dengan model feodal oleh bank sentral di seluruh dunia yang menjalankan rencana ini secara bersama-sama.”

Puncak dari sistem ini adalah Bank for International Settlement di Basel, Swiss (tuan rumah konggres pertama Zionist Dunia, dipimpin oleh Theodor Herzl tahun 1897), sebuah bank swasta yang dimiliki dan dikendalikan oleh para bank sentral yang juga adalah perusahaan swasta.

“Setiap bank sentral… berencana untuk mendominasi pemerintahannya lewat kemampuannya untuk mengendalikan pinjaman, memanipulasi nilai tukar, mempengaruhi tingkat aktivitas   perekonomian,   dan   mempengaruhi   para   politisi kooperatif dengan memberikan imbalan ekonomi di dunia bisnis.”

Sebagian Senator yang dipimpin Henry Cabot Lodge berjuang untuk menghalangi Amerika terlibat di Bank Sentral Dunia ini. Pada akhirnya Federal Reserve tetap mengirimkan anggotanya dalam pertemuan di Swiss, sampai tahun 1994 baru Amerika secara resmi menjadi anggotanya.

1932 : Louis McFadden mengatakan,

“Di negara ini kita memiliki sebuah institusi paling korup yang pernah  ada  di  dunia.  Yang  saya  maksudkan adalah  Federal Reserve... Institusi iblis ini telah memiskinkan rakyat Amerika dan membangkrutkan pemerintah.

1933 : Presiden     Franklin     D.     Roosevelt     memerintahkan penyitaan emas rakyat Amerika, kecuali untuk koin emas koleksi. Rakyat diberikan pilihan, menyerahkan koin emas mereka, dengan dibayar harga resmi $20,66 per ounce, atau membayar denda $10.000 dan dipenjara 10 tahun.

Kebijakan penyitaan ini sedemikian tidak popular, dan penggagasnya bahkan tidak pernah diumumkan. Tak seorangpun anggota Konggres yang mengaku menulisnya. Roosevelt pun membantah dia yang menulisnya. Sekretaris Keuangan  William  Woodin,  mengklaim  tidak  pernah menggagas kebijakan ini, dan hanya berkata, “Itu adalah apa yang diinginkan para pakar.”


Sebuah dokumen yang bocor dari World Bank, Master Plan for Brazil.” Isinya adalah 5 persyaratan untuk memastikan tenaga kerja publik yang fleksibel. Kelima persyaratan itu adalah:
   Pengurangan gaji / tunjungan.
   Pengurangan pensiun.
   Peningkatan jam kerja.
   Pengurangan stabilitas pekerjaan.
   Pengurangan kesempatan kerja.

1999 : Di Brazil, perusahaan listrik yang sudah diprivatisasi Rio Light menyebabkan pemutusan listrik yang serius di Brazil. Setelah privatisasi Rio mengurangi 40% tenaga kerjanya. Tidak masalah, untuk apa peduli, sebab harga sahamnya kemudian naik 33%!
2000 : IMF    mengharuskan    Argentina    memotong    defisit anggaran  pemerintah  dari  $5,3  milyar menjadi  $4,1  milyar setahun kemudian, 2001. Saat itu tingkat pengangguran sudah mencapai 20% dari populasi. Tak lama kemudian mereka meningkatkan  taruhan  dan  menyarankan  untuk menghilangkan defisit sama sekali. Gagasan mereka adalah menyuruh   pemerintah   memotong   program   tenaga   kerja darurat dari $200 menjadi $160 per bulan untuk rakyat Argentina.

Mereka juga meminta pengurangan gaji sebesar 12 15% dari semua pegawai negeri dan memotong uang pensiun sebesar 13%. Desember 2001, kelas menengah Argentina yang sudah muak mencari sisa makanan di jalanan mulai membakar kota Buenos Aires. Di bulan Januari, pemerintah mendevaluasi mata uang Peso, menyapu bersih kebanyakan daya beli tabungan rakyatnya. Kurang puas karena tidak bisa merampas lebih banyak lagi, Presiden World Bank, James Wolfensohn dengan sedih berkata, “Hampir semua utilitas sudah diprivatisasi...”

Bagaimana mereka mengontrol kekacauan dalam populasi ini? Sebuah contoh, seorang supir bus, umur 37 tahun dengan lima anak,  kehilangan  pekerjaan  dari  sebuah  perusahaan  yang masih berhutang 9 bulan gaji kepadanya. Dalam sebuah demonstrasi   menentang   ketidakadilan   yang   terjadi,   polisi militer menembak mati dia.

Di Tanzania, hampir 1,3 juta penduduk meninggal karena AIDS. World Bank dan IMF memutuskan bahwa pemerintah harus merubah kebijakan rumah sakit gratis dan sekolah gratis bagi rakyat mereka. Kemudian mereka menyatakan terkejut pendaftaran murid baru turun menjadi 66%. IMF dan World Bank sudah menata ekonomi Tanzania sejak 1985. Pada masa itu per kapita Tanzania turun dari $309 menjadi $210, standar aksara turun  dan  tingkat kemiskinan naik tajam di populasi. Saat 1985, Tanzania masih sebuah bangsa sosialis. Juni 2000 World Bank dengan sombongnya mengatakan,

“Satu   warisan   dari   sosialisme   adalah   kebanyakan   orang percaya negara memiliki peranan fundamental untuk meningkatkan pembangunan dan menyediakan pelayanan sosial.”

Di Bolivia, kerusuhan terjadi setelah World Bank meningkatkan secara drastis harga air bersih. Menurut World Bank hal itu mutlak diperlukan untuk menyediakan uang untuk perbaikan dan ekspansi. Ini  omong kosong. Di  Inggris, setelah Wessex Water diprivatisasi (dibeli oleh Enron), kualitas air menurun dan harga terus meningkat.

2001 : Profesor Joseph Stiglitz, mantan Ketua Ekonom World Bank, dan mantan Ketua Penasehat Bill Clinton, mengakui di publik “Empat Langkah Strategi” World Bank untuk memperbudak negara demi keuntungan bankir. Langkah Satu : Privatisasi. Pemimpin nasional akan ditawarkan 10% komisi untuk menjual aset-aset nasional. Uang akan disimpan dengan aman di rekening mereka di Swiss.

Langkah Dua  :  Liberisasi Pasar  Modal.  Stiglitz  menyebutnya siklus uang panas. Dana dari luar negeri harus dibiarkan bebas masuk untuk berspekulasi di real estate dan mata uang. Saat keadaan tampak menjanjikan, uang ditarik keluar untuk menciptakan kekacauan ekonomi.

Negara bersangkutan kemudian akan meminta bantuan dari IMF dan IMF kemudian mensyaratkan untuk menaikkan suku bunga bank antara 30% sampai 80%. Ini terjadi di Indonesia, Brazil, dan  juga  negara-negara Asia  dan  Latin  lainnya. Suku bunga  tinggi  ini  menyebabkan  kemiskinan  bangsa, menurunkan nilai properti, menghancurkan produksi industri dan mengeringkan tabungan nasional.

Langkah Tiga : Penentuan Harga Pasar. Harga makanan, air, dan gas dinaikkan yang menyebabkan keresahan sosial yang berujung ke kerusuhan. Ini dikenal dengan istilah kerusuhan IMF”. Kerusuhan akan menyebabkan pelarian modal dan kebangkrutan pemerintah. Ini menguntungkan korporasi luar negeri karena aset-aset negara tersebut sekarang bisa dibeli dengan harga amat murah.

Langkah Empat : Perdagangan Bebas. Ini adalah tahap di mana korporasi internasional akan memasuki pasar Asia, Latin Amerika, dan Afrika pada saat mereka sendiri tetap mengenakan tarif masuk bagi produk agrikultur negara dunia ketiga. Mereka mengenakan harga yang sangat tinggi untuk obat bermerek dan menyebabkan tingkat kematian dan penyakit yang sangat tinggi.

Akan ada banyak orang yang kalah dalam sistem ini, dan sangat sedikit   pemenang,   para   bankir. Sesungguhnya   penjualan utilitas seperti listrik, air, telepon, dan gas adalah prasyarat untuk mendapatkan pinjaman oleh negara berkembang. Aset- aset ini diperkirakan senilai 4 trilyun dolar. Bulan September, Stiglitz diberikan hadiah Nobel bidang ekonomi.  ( Aneh..!! )

2002 : Pada tanggal 12 April semua surat kabar utama Amerika menulis cerita bahwa Presiden Hugo Chavez mengundurkan diri karena tidak popular dan diktator.” Kenyataannya dia diculik dalam kudeta. Namun karena mendapatkan simpati dari tentara, kudeta tersebut gagal dan dia kembali ke kantor besok harinya. Menariknya dia memiliki sebuah bukti video bahwa saat dia dikurung ada militer Amerika di lokasi tersebut.

Chavez, yang dibenci oleh media Barat, memberikan susu dan perumahan kepada orang miskin, memberikan tanah tak terpakai dari perkebunan kepada orang-orang yang tidak memiliki  tanah.  Dosa  besar  dia  adalah  meningkatkan pajak royalty atas penemuan minyak baru, dari 16% menjadi 30%, yang menyebabkan keuntungan ExxonMobil dan operator minyak internasional lainnya menurun.

Dia juga memegang kendali penuh atas  perusahaan minyak negara, PDVSA, yang sebelumnya secara de facto juga dikendalikan para perusahaan minyak internasional.

Chavez juga menjadi Presiden dari OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). Bukannya mengikuti Strategi Empat  Langkah  versi  World  Bank,  yang  menurunkan  gaji pekerja demi keuntungan bankir, Chavez malahan meningkatkan gaji minimum pekerja sebesar 20%. Salah seorang Menterinya,  Miguel Bustamante    Madriz, yang menyadari bahaya yang sedang melanda mereka karena tidak mengikuti apa yang dilakukan Argentina, mengatakan
“Amerika tidak akan membiarkan kami tetap berkuasa. Kami adalah perkecualian atas globalisasi versi mereka. Kalau kami berhasil, kami akan menjadi contoh bagi semua orang di benua Amerika.”

2006 : Amerika dan Inggris berperang di Afganistan dan Irak, dan merencanakan untuk menginvasi Iran. Seperti yang saya katakan, generator terbesar hutang adalah perang. Tindakan ini akan mendorong Amerika ke jurang kehancuran finansial total.


* * *

Oleh    : Andrew Hitchcock, www.iamthewitness.com
&

Tidak ada komentar:

Posting Komentar